Problem
Pada tahun 1920, rumah sakit ini dibangun dengan kapasitas 300 tempat tidur oleh pemerintah Belanda dan selesai pada tahun 1923. Pada tanggal 15 Oktober 1923 diresmikan dan diberi nama Met Algemeene Bandoengsche Ziekenhui. Dalam perkembangan selanjutnya, rumah sakit tersebut masuk ke dalam naungan Kotapraja Bandung dan diberi nama Rumah Sakit Rantja Badak (RSRB), sesuai dengan nama desa tempat rumah sakit ini didirikan, yaitu Rantja Badak. Kepemimpinan tetap oleh W. J. van Thiel sampai tahun 1949, setelah itu rumah sakit dipimpin oleh Dr. Paryono Suriodipuro sampai tahun 1953. Pada tahun 1954, oleh Menteri Kesehatan, RSRB ditetapkan sebagai Rumah Sakit Provinsi dan langsung di bawah Departemen Kesehatan. Pada tahun 1956, RSRB ditetapkan sebagai Rumah Sakit Umum Pusat dengan kapasitas perawatan meningkat menjadi 600 tempat tidur. Pada tanggal 8 Oktober 1967, RSRB berubah nama menjadi RSUD Dr. Hasan Sadikin sebagai penghormatan kepada almarhum Direktur Rumah Sakit yang wafat pada tanggal 16 Juli 1967 saat masih menjabat sebagai Direktur dan Dekan Fakultas Kedokteran, Universitas Padjadjaran (UNPAD).
Solution
Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, RSHS mengembangkan berbagai sarana (sarana, prasarana dan alat) sesuai dengan Rencana Induk Pengembangan RSHS sebagai Rumah Sakit Pendidikan
Rencana Induk RSHS, yang mendukung fungsi RSHS sebagai Rumah Sakit Pendidikan, pertama kali dirancang pada tahun 1972, yang kemudian ditinjau dan dikembangkan menjadi Rencana Induk RSHS pada tahun 1982. Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan, dan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan peningkatan ruang lingkup, jangkauan dan kualitas pelayanan rumah sakit, melalui pinjaman lunak dari OECF/JBIC (Jepang), Masterplan RSHS pada tahun 1995 disusun sebagai Model Rumah Sakit Pendidikan di Indonesia, dengan filosofi integral dari layanan medis dan pendidikan kedokteran untuk meningkatkan kualitas hidup manusia.